Notification

×

Iklan

Iklan

Perencanaan APBD 2026 Diduga "Amburadul", Tiga Fraksi DPRD Kota Bima Tolak Bahas Penambahan Anggaran Dadakan Rp 21 Milyar

| Selasa, Desember 30, 2025 WIB Last Updated 2025-12-30T12:04:23Z

Rapat paripurna penetapan hasil evaluasi APBD Kota Bima 2026
Kota Bima,JangkaBima. – Tiga fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bima secara tegas menolak pembahasan penambahan anggaran dadakan Rp 21 Milyar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hasil evaluasi tahun anggaran 2026.

 

Penolakan tersebut disampaikan dalam rapat internal DPRD Kota Bima yang membahas tindak lanjut hasil evaluasi APBD 2026.

 

Ketiga fraksi, Nasdem nyatakan tak berpendapat dan fraksi Golkar bersama fraksi Merah Putih (Gerindra dan PDIP)  menilai usulan penambahan anggaran muncul secara mendadak dan tidak melalui mekanisme perencanaan yang matang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 


Sementara sesuai regulasi, sesuai SK evaluasi Gubenrur NTB dilarang memasukan kembali anggaran untuk program baru, hanya penyempurnaan program sudah tertuang dalam APBD sebelumnya yang telah ditetapkan antara DPRD dan Pemkot Bima.

 

Diduga akan berdampak hukum, tiga fraksi di DPRD kota bima, Golkar, Nasdem dan Gerindra menolak membahas dan menyetujuinya. Namun tiga fraksi, yaitu PKS, PAN dan Demokrat malah setuju.

 

Saat Paripurna digelar Selasa (30/12) akhirnya dua Pimpinan DPRD Kota Bima, Syamsurih dan Rian Kusuma Permadi minus Alfian Indrawirawan menyetujuinya dengan lebih lanjut akan dibawa kembali ke Gubernur NTB untuk diminta persetujuan.

 

Pantauan media ini, dinamikan muncul saat paripurna dihadiri Wakil Wali Kota Bima, seluruh anggota dari Fraksi Golkar, Merah Putih (Gerindra dan PDIP) tak hadiri paripurna, sementara dari fraksi Nasdem dari tiga anggota DPRD hanya dihadiri satu anggota.

 

Sementara juru bicara Badan Anggaran (banggar) DPRD Kota Bima, Sukri Dahlan diduga sengaja tak membacakan pandangan tiga fraksi menolak hasil pembahasan evaluasi APBD 2026.

 

Wakil Ketua DPRD Kota Bima juga fraksi Golkar, Alvian Indrawirawan menyampaikan bahwa penambahan anggaran seharusnya dibahas melalui tahapan resmi, mulai dari perencanaan, pembahasan di Badan Anggaran, hingga disepakati bersama antara DPRD dan pemerintah daerah.

 

“Jika ada penambahan anggaran yang muncul tiba-tiba tanpa penjelasan yang rasional, tentu kami menolak untuk membahasnya,” tegasnya Dae Pawan sapaan akrabnya.

 

Jelasnya, penolakan oleh fraksi Golkar jelas dan tegas berkaitan dengan pelanggaran regulasi oleh Pemkot Bima. Jika SK hasil evaluasi APBD telah dikeluarkan oleh Gubernur NTB, didalamnya DPRD dan TAPD Pemkot Bima hanya diminta untuk menyempurnakan lagi program sudah tertuang sesuai pagu anggaran awal.

 

“Bukan lagi ditengah evaluasi malah menambah lagi anggaran belanja baru, hanya penyempurnaan belanja sudah ada saja,” pungkasnya.

 

Pun saat pimpinan DPRD dan TAPD Pemkot Bima konsultasi ke Provinsi NTB, tegas disampaikan oleh pejabat setempat, anggaranan dadakan diusulkan Pemkot Bima tak diperbolehkan.

 

Pemprov NTB melarang dilakukan pergeseran belanja setelah ada hasil evaluasi dari gubernur NTB. Kalaupun dipaksa oleh Pemkot Bima dan sebagian fraksi di DPRD maka gubernur tak akan menerbitkan Nomor Regisrasi untuk APBD 2026.

 

“oleh karena itulah kami bersama fraksi Merah Putih menolak, bahkan tadi malam saya tinggalkan ruang rapat karena tak mau terlibat,” ungkapnya.

 

Tambahnya, perencanaan APBD itu bukan tiba masa tiba akal, tetapi ada mekanisme wajib dilalui, mulai dari RKPD, KUA PPAS lanjut hingga masuk di Rancanganan Perda APBD, Evaluasi hingga penetapan Raperda APBD menjadi Perda “ perenanaan APBD 2026 memang amburadul,” tegasnya.

 

Harusnya TAPD Pemkot Bima memasukan rencana anggaran tersebut sejak awal, tentunya kami di lembaga Legislatif akan mendukung, apalagi berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Bukan malah telah selesai pembahasan dimasukan.

 

Tebukti sekarang, untuk membiayai program dadakan tersebut Pemkot Bima menaikan asumsi belanjanya, pertanyaanya apakah realistis dan mampu dicapai.

 

Perwakilan Fraksi Merah Putih, Abdul Rabbi tegas sampaikan penolak, selain melanggar perundang-undangan juga jika melihat adanya keraguan yang kuat dari TAPD terhadap sumber pendanaannya.


Mengenai rencana penambahan anggaran untuk operasional RSUD yang memiliki sumber pendanaan yang diragukan kepastiannya tersebut maka fraksi merah putih menolak, apalagi penambahan anggaran tersebut pasca/setelah evaluasi APBD dilakukan.

 

Dalam hal ini Fraksi Merah Putih lebih menyarankan agar menunda belanja lainnya yang tidak urgen, tidak prioritas dan tidak berdampak langsung pada sosial ekonomi masyarakat untuk kemudian dialihkan pada belanja operasional RSUD yang belum dianggarkan secara cukup sejak awal APBD diajukan oleh TAPD.

 

Pertanyaan kami juga terkait sumber anggaran dadakan ini yang tidak pasti atau diraguakan, apalahi dengan cara menaikan menaikan asumsi pendapatan lain-lain dan penambahan pendapatan RSUD, apakah mampu direalisaikan hingga akan menyebabkan APBD tak sehat nantinya.

 

Menurut ketiga fraksi tersebut, pembahasan anggaran yang tidak transparan berpotensi menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari serta mencederai prinsip akuntabilitas dan kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan daerah.

 

Selain itu, fraksi-fraksi tersebut juga menyoroti minimnya dokumen pendukung dan penjelasan teknis terkait urgensi penambahan anggaran dalam APBD hasil evaluasi 2026. Mereka meminta pemerintah daerah untuk bersikap terbuka dan menyampaikan dasar hukum serta kebutuhan riil dari setiap usulan anggaran.(red)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Komentar merupakan aspirasi pembaca dan tidak merepresentasikan pendapat JangkaBima. Mohon selalu sampaikan pendapat dengan sopan dan tidak melanggar SARA.