Pertemuan masyarakat pecinta kuda Bima di arena pacuan kuda panda |
Bima, JangkaBima.com.-
Surat Edaran (SE) Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri nomor: 709/036/05/2022 melarang penggunaan Joki Cilik mendapat reaksi keras dari seluruh masyarakat pecinta kuda Bima.
Senin (18/7/2022) sejumlah keterwakilan berbagai wilayah melakukan pertemuan di arena pacuan kuda, Desa Panda, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima. Sepakat mendesak Bupati Bima segera mencabut kembali SE sudah dikeluarkan.
Fahri, HM Nor menyampaikan, bahwa joki cilik adalah identitas keunikan dari pacuan kuda Bima, sebuah tradisi kebanggaan yang sudah diwariskan sejak ratusan tahun yang lalu oleh para leluhur.
"Justru joki cilik ini adalah ikon emas yang membuat pacuan kuda kita ini tersohor hingga ke luar negeri." ungkapnya.
Dia pun menyayangkan tindakan Bupati Bima yang terkesan arogansi dan terlalu keburu dalam mengeluarkan keputusan tersebut “Seharusnya pecinta kuda juga dilibatkan saat pembahasan dan evaluasi serta penyusunan regulasi sebelum dikeluarkannya keputusan itu”. sesalnya.
Berbicara tentang eksploitasi anak tidak boleh tebang pilih, jangan hanya diarahkan ke cabang olahraga pacuan kuda saja.
"Joki cilik adalah bagian dari hobi, minat dan bakat anak-anak. Bukan sebuah kondisi keterpaksaan memperkerjakan mereka seperti menjadi pengemis di jalan, buruh di pasar maupun bentuk pemaksaan lainnya," tegasnya.
Selain menjadi ikon budaya dan olahraga "Pacoa jara" dalam bahasa Bima untuk olahraga pacuan kuda merupakan budaya yang sangat dicintai dan dibanggakan oleh masyarakat Bima.
Termasuk pada peningkatan sektor ekonomi masyarakat pada umumnya " Setiap event pacuan kuda kami bayar pajak ke pemerintah Rp. 40 Juta," ungkap Theta sapaan akrab Fahri.
Tambah Theta, untuk diketahui tidak hanya pecinta kuda di Bima saja yang keberatan dengan keluarnya surat edaran tersebut, Dompu, Sumbawa, Lombok, bahkan teman-teman di NTT yang kerap terlibat berpartisipasi dalam event pacuan kuda yang digelar juga ikut menyayangkannya. "Joki cilik itu budaya yang harus dilestarikan," tegas dia.
Ditanyakan langkah akan diambil, kata Theta, kami meminta audiensi dengan pemerintah bahkan akan turun berunjuk rasa membangun kemah dan menginap di halaman kantor Bupati jika pemerintah tidak mengevaluasi kembali surat edaran tersebut.
Bersamaan, Nurdin tegas menyatakan penolakan terhadap SE Bupati Bima, Menurutnya Bupati Bima harusnya melakukan kajian dan analisis sebelum mengeluarkan ketentuan, mengkaji dari sesi Budaya, Ekonomi dan kemasyarakatan.
"Sama halnya Bupati Bima menghapus pacuan kuda tradisional, akan tetapi, ini harus diatur sesuai umur joki dan ketinggian kuda," Kata dia. (JB06)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar merupakan aspirasi pembaca dan tidak merepresentasikan pendapat JangkaBima. Mohon selalu sampaikan pendapat dengan sopan dan tidak melanggar SARA.