Notification

×

Iklan

Iklan

Larang Joki Cilik Bukan Solusi, Tetapi Bentuk Cuci Tangan Pemerintah Daerah

| Senin, Juli 18, 2022 WIB Last Updated 2022-07-18T11:04:25Z
Pecinta kuda pacu, Sudirman DJ SH 

Kota Bima, JangkaBima.com.-

Surat Edaran (SE) Bupati Bima nomor : 709/036/05/2022 melarang penggunaan joki cilik dianggap bukan solusi, tetapi bentuk cuci tangan Pemerintah daerah.


Hal tersebut dilontarkan pecinta Kuda Pacu, Sudirman DJ SH menanggapi terbitnya SE " itu bukan solusi tetapi bentuk cuci tangan pemerintah daerah saja," pungkasnya.


Fakta, selama ini siapa yang terlibat dalam penyelenggaraan pacuan kuda, Pemerintah Daerah, Kepolisian dan TNI, semua terlibat. Lalu kemudian karena adanya sorotan atas kematian salah satu joki, kini malah mengeluarkan larangan.


Menurutnya, larangan penggunaan joki cilik tak harus dibahas dan diputuskan sepihak, namun sebelumnya harus melibatkan semua stakeholder, termasuk pecinta kuda pacu.


Karena olahraga pacuan kuda di Bima khususnya dan Pulau Sumbawa umumnya bukan hanya segelintir orang, tetapi melibatkan ribuan orang. termasuk para pekerjanya.


Untuk itu perlu mencarikan solusi terbaik tanpa menghilangkan ciri khas adanya joki cilik ini " apakah perlengkapan keamanan perlu dievaluasi dan terus ditingkatkan, bukan langsung keluarkan larangan," sesal DJ juga anggota DPRD kota Bima.


Ataukah perlu ada regulasi baru guna memastikan keamanan para joki, ini harusnya perlu dilakukan pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan.


Masalah ekploitasi anak dan budaya dipersoalkan? tegas DJ sapaan akrabnya, tak ada yang ekploitasi anak. Untuk diketahui tak semua orang bisa menjadi joki dan di Bima khususnya itu sudah menjadi tradisi turun temurun dari orang tua ke anak dan cucunya 


Lanjutnya, mahir dan bisa menjadi joki di Bima bukan tiba massa tiba akal, langsung bisa naiki kuda dan jadi joki " joki cilik lahir dari trah joki, bukan sembarangan dan turun temurun,", pungkasnya. Tambahnya, dan sejarah mencatat bahwa joki anak ini sudah menjadi budaya berlangsung puluhan tahun.


" Kalau sudah berjalan ratusan tahun dikatakan bukan tradisi dan budaya, lalu apa dong namanya," tanya  DJ.


Lalu ada mengatakan joki cilik banyak tak sekolah, itu anggapan orang tak mengenal joki di Bima . terang DJ, bayak joki cilik yang sekarang usianya 70 tahun, mereka dulu joki anak dan beliau-beliau berpendidikan, bahkan ada kini Pensiunan ASN. Jadi tidak benar semua joki atau mantan joki cilik tak mendapatkan pendidikan.


Untuk itu dirinya berharap ada solusi terbaik, pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait diminta turun langsung melihat kondisi real di bawah. Seperti apa aktivitas olahraga pacuan kuda, termasuk aktivitas dan efek ekonominya.


SE diterbitkan untuk dievaluasi kembali, sehingga tak ada dirugikan dan olahraga Kuda Pacu tetap eksis.


Sebelumnya pun, PJ Pordasi Kabupaten Bima, Irfan menyesalkan terbitnya SE yang melarang penggunaan joki cilik. Padahal sudah menjadi tradisi dan budaya serta akan berimbas pada ribuan pekerja kuda. (JB06)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Komentar merupakan aspirasi pembaca dan tidak merepresentasikan pendapat JangkaBima. Mohon selalu sampaikan pendapat dengan sopan dan tidak melanggar SARA.