Notification

×

Iklan

Iklan

Alan Malingi : Rimpu Mengandung Nilai Keislaman yang Kuat

| Sabtu, Mei 06, 2023 WIB Last Updated 2023-05-06T11:00:44Z
Rimpu cili
Bima -Rimpu merupakan sebuah budaya khas masyarakat Bima yang telah hidup dan berkembang sejak masyarakat Bima menerima islam.


Budayawan Bima, Alan Malingi dalam tulisannya, Rimpu merupakan cara berbusana yang mengandung nilai-nilai khas yang sejalan dengan kondisi daerah yang bernuansa Islam (Kesultanan atau Kerajaan Islam) yang masuk di Bima sekitar abad ke 16 silam.


Masuk dan perkembangannya islam di Bima tidak terlepas dari peranan para mubaliq da'i kelana yang silih berganti menyiarkan islam di Bima.


Mereka adalah para sufi cukup dikenal tinglat ketaqwaan dan zuhudnya di jalan Allah. Beberapa di antaranya adalah  Datuk ri bandang, Datuk ri tiro, Datuk Raja Lelo, Syekh Umar Al Bantami, Syekh Subuh, Abdul Gani Al Bimawi, Nurul Mubin dan ratusan bahkan ribuan  mubaliq lainnya yang telah mengisi proses islamisasi dan pembumian Alquran di tanah Bima dari abad ke 16 hingga abad ke 20.


diakhir, dirinya apresiasi atas perhatian pemerintah daerah menjadikan event festival Rimpu digelar setiap tahunnya  melalui kegiatan festival tentunya budaya dan sejarah akan tetap lestari terlebih bagi generasi muda.


Sementara dalam catatan Wikipedia, Rimpu adalah cara berbusana masyarakat Bima-Dompu yang menggunakan sarung khas Bima-Dompu. 


Rimpu merupakan rangkaian pakaian yang menggunakan dua lembar (dua ndo`o) sarung. Kedua sarung tersebut untuk bagian bawah dan bagian atas. Rimpu ini adalah pakaian yang diperuntukkan bagi kaum perempuan, sedangkan kaum lelakinya tidak memakai rimpu tetapi ”Katente Tembe” (menggulungkan sarung di pinggang). 


Sarung yang dipakai ini dalam kalangan masyarakat Bima-Dompu dikenal sebagai Tembe Nggoli dan Tembe Songke (Sarung Songket). Kafa Mpida (Benang Kapas) yang dipintal sendiri melalui tenunan khas Bima-Dompu yang dikenal dengan muna. 


Sementara sarung songket memiliki beberapa motif yang indah. Motif-motif sarung songket tersebut meliputi nggusu waru (bunga bersudut delapan), weri (bersudut empat mirip kue wajik), wunta cengke (bunga cengkih), kakando (rebung), bunga satako (bunga setangkai), sarung nggoli (yang bahan bakunya memakai benang rayon).(Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Komentar merupakan aspirasi pembaca dan tidak merepresentasikan pendapat JangkaBima. Mohon selalu sampaikan pendapat dengan sopan dan tidak melanggar SARA.